Jumat, 16 Desember 2016

8 Pelajaran dari Naik Commuter Line (KRL)

 

Siapapun yang tiap hari, atau pernah deh, ngerasain naik commuter line alias kereta cepat (KRL) pasti tau banget gimana berat perjuangannya. Dari belum masuk kereta, di dalemnya, siap-siap mau keluar, sampe udah di luar kereta. UUUUUHHH. Nggak jarang juga banyak kejadian atau situasi yang bikin kita-kita ini jadi bosen, bete, capek, sampe serasa lagi direbus di panci. Mendidih.
Tapi jangan sedih, soalnya ketika lo ngelihat lebih jauh lagi, sebenernya ada banyak banget pelajaran-pelajaran yang bisa kita dapetin loh. Sekali-sekali jangan keburu emosi, mending tarik napas dalem-dalem (sambil tetep hati-hati sama bau ketek orang di sebelah), hembuskan lewat idung lagi, lalu baca panduan dari Provoke! inih.
Sebelum masuk kereta:

1. Belajar sabar
 
Katanya orang Indonesia tuh susah banget disuruh ngantri. Tapi nggak semuanya koook. Udah banyak juga orang-orang yang membudayakan ngantri ini, dan itu bisa lo lihat pas lagi mau beli atau isi ulang saldo kartu commuter line. Walaupun kadang lama antrinya ngalahin lama nungguin jodoh, tapi lo bisa belajar sabar. Sama kayak jodoh juga, lo jadi bisa punya prinsip “jangan nyerobot, kalo nggak mau diserobot”. Dan lagi-lagi, sama kayak jodoh, "mendingan datang lebih awal kalo nggak mau ngantri”.

2. Belajar cermat
 
Sebenernya ini hal sepele dan sering banget dilupain, padahal bisa mudahin kita dan nguntungin orang lain. Apatuuuuh? Siapin dan gunain uang buat beli/isi ulang kartu dengan pecahan kecil. Kenapa? Soalnya kalo tiap ke loket lo selalu ngeluarin duit lima puluh ribu, si mbak-mbak atau mas-masnya kan juga jadi perlu waktu lagi buat ngasih kembalian. Belom lagi kalo kembaliannya nggak ada dan lo dikasih kembalian pake permen. Yhaa. Lagian, banyak juga kan tuh recehan yang nganggur di rumah. Kumpulin coba.

3. Belajar peka
 
Sambil nungguin kereta lo dateng, sebenernya banyak banget hal-hal menarik di sekeliling lo. Coba deh liat sekitar, lo bisa berdiri di sisi gerbong yang nggak banyak antriannya biar masuk keretanya lebih cepet, lo bisa scanning cewek-cewek yang kali aja adalah jodoh lo, atau lo juga bisa cari-cari object buat street photography.

Saat di dalam kereta:

4. Belajar menghormati orang lain
 
Simple banget dan lo pun junggak pasti udah tau. Kasih tempat duduk lo sama orang yang sekiranya lebih tua atau sudah berumur dan keliatan nggak kuat berdiri lama, Kayak ibu hamil, ibu hamil dan bawa anak, ibu-ibu dengan belanjaannya yang sebanyak uang receh dalam celengan atau mereka yang punya keterbatasan. Nyenengin loh, dapet senyuman atau ucapan terima kasih.

5. Belajar berbagi
 
Nah kalo lo nggak mau memberikan tempat duduk lo dengan alasan pribadi, ya nggak apa-apa, tapi seenggaknya lo bisalah geser sedikit kalo emang masih ada ruang di sebelah, atau yang awal mulanya lo duduk ngangkang atau naro tas di bangku, ya seenggaknya bisa lo pangku atau taruh di rak atas kepala lo.

6. Belajar bertahan
 
Desek-desekan di kereta juga bikin lo punya skill baru: yaitu bertahan. Apalagi di jam-jam yang nggak manusiawi, di situ kekuatan badan dan iman lo diuji. Berdirilah di sisi yang bisa kena AC, Berdirilah di sebelah orang yang terlihat masih rapih karena biasanya dia wangi, muahahahaha. Lebih bagus sediain head set/earphone, biar lo bisa dengerin lagu dan nggak bosen-bosen banget. Lo juga bisa belajar buat waspada, dan tetep ngejaga barang bawaan lo.

Setelah keluar kereta:

7. Belajar bilang “permisi, maaf, dan silakan”
 
Ini tuh sebenernya tata krama dasar yang sering banget dilupain. Kalo lo mau lewat di tengah orang, seenggaknya bilang 'permisi', bukan langsung main senggol. Kalo lo nggak sengaja nyenggol, jangan lupa bilang 'maaf' biar nggak dikira genit. Dan kalo ada orang yang mau lewat, kasih sapaan 'silakan'.

8. Belajar bersyukur
 

Walaupun naik KRL tuh mirip-mirip kayak lagi perang, tapi lo tetep kudu bersyukur. Lo masih bisa pulang ke rumah atau pergi ke tempat tujuan lo pake kendaraan, nggak kena macet, biayanya nggak semahal nyewa helikopter, lo nggak kena hujan kalau cuacanya tetiba hujan, dan jangan lupa bersyukur lo nggak buang-buang waktu lo untuk memulai sesuatu setiap harinya.


Minggu, 06 November 2016

Masalah Sosial pada masyarakat

Gelandangan dan Pengemis

            Indonesia adalah negara yang sangat besar wilayahnya, namun tidak menjamin semua warga negaranya hidup dengan kesejahteraan. Memang tidak lepas dari masalah sosial yang satu ini, yaitu kemiskinan. Nampakya kemiskinan inilah salah satu penyakit bahkan masalah yang masih belum hilang dari bangsa Indonesia ini, selain penyakit korupsi, macet, banjir, dan lain sebagainya.
            Kemiskinan itu sendiri identik dengan gelandangan dan pengemis, gelandangan itu sendiri adalah  seorang yang hidup dalam keadaan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara ditempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Dan pengemis itu sendiri adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
Hasil gambar untuk gelandangan
            Masyarakat Indonesia sendiri menganggap “Gepeng” (gelandangan dan pengemis) adalah seorang yang hidup mengelandang dan sekaligus mengemis. Oleh karna tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
            Gepeng itu sendiri memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
1.      Tidak memiliki tempat tinggal
Kebanyakkan dari gepeng itu sendiri memang tidak memilik hunian atau tempat tinggal tetap, dan mereka biasanya mengembara di tempat umum, tak terkecuali tempat ibadah.
Hasil gambar untuk gelandangan kolong jembatan
Tempat tinggal "gepeng" yang berada dikolong jempatan dan bantalan kali
2.    Hidup dengan ketidak pastian
Mereka hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya, atas apa yang meraka lakukan memang sudah sangat memprihatinkan karna jika mereka sakit, mereka tidak akan mendapatkan jamian kesehatan maupun jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri maupun swasta untuk berobat.

3.      Hidup dibawah garis kemiskinan
Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka kedepan bahkan untuk sehari-hari saja mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan
.
4.      Memakai baju yang compang camping
Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi, melainkan yang mereka pakai adalah pakaian yang kumal dan kotor.
Hasil gambar untuk gelandangan kolong jembatan

Faktor penyebab gepeng (geladangan dan pengemis)
           
Masalah sosial  memang tidak bisa dihindarkan keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada daerah perkotaaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial terhadapn gelandangan dan pengemis merupakan sebuah akumulasi dan iteraksi dari berbagai permasalahan seperti hal-hal kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan,dan lain sebagainya. Adapun gambaran dari permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :

1.      Masalah pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relative rendah sehingga menjadi kendala tersendiri untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

2.      Masalah kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat          mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.

3.      Masalah keterampilan kerja
Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar pekerjaan.

4.      Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang mengakibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis, berikut beberapa faktornya :

a.       Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, megakibatkan tidak malunya untuk meminta-minta.

b.      Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan dalam hidupnya.

c.       Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang
Ada kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup menggelandang.

Dampak dari gelandangan dan pengemis (gepeng)

            Dengan adanya para gelandangan dan pengemis yang berada di tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat diantaranya adalah :

1.    Masalah lingkungan (tata ruang)
Gelandangan dan pengemis pada umunnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebenarnya dilarang untuk dijadikan tempat tinggal, seperti : taman kota, bawah jembatan, pinggiran sungai, pinggiran rel kereta api, dan lain sebagainya. Oleh karena itu mereka yang berada dikota besar sangat menganggu  ketertiban umum, ketenangan masyarakat, kebersihan, serta keindahan kota.

2.    Masalah kependudukan
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyakkan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

3.    Masalah keamanan dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis disuatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengganggu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.

4.    Masalah kriminalitas
Memang tidak dapat kita sangkal banyak sekali faktor penyebab dari kriminalitas ini di lakukan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian, kekerasan hingga sampai pelecehan seksual yang kerap terjadi.

Solusi dari permasalahan gelandangan dan pengemis yaitu dengan cara “Rehabilitasi Sosial”.

Rehabilitas Sosial itu sendiri adalah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang terorganisasi dan terencana, meliputi usaha-usaha pembinaan fisik, bimbingan mental sosial, pemberian keterampilan dan pelatihan kerja guna penyaluran ketengah tengah masyarakat.